Standar pelayanan kebidanan

STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN (STANDAR 10 –12)

Posted: 16/06/2011 in KEBIDANAN
BAB I
PENDAHULUAN
Telah disadari bahwa pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan obstetric neonatal merupakan komponen penting dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kebidanan di setiap tingkat pelayanana. Bila hal tersebut dapat diwujudkan, maka angka kematian ibu dapat diturunkan. Berdasarkan itu, standar pelayanan kebidanan ini mencakup standar untuk penanganan keadaan tersebut, disamping untuk pelayanan kebidanan dasar.
Dengan demikian ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputu 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut :
  1. Standar Pelayanan Umum (2 Standar)
  2. Standar Pelayanan Antenatal (6 Standar)
  3. Standar Pertolongan persalinan (4 Standar)
  4. Standar Pelayanan Nifas (3 Standar)
  5. Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri-Neonatal (9 Standar)


BAB II
PEMBAHASAN

STANDAR 10.PERSALINAN KALA II YANG AMAN
Tujuan : memastikan persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi.
Pernyataan standar : bidan melakukan pertolongan persalinan bayi dan plasenta yang bersih dan aman, ddengan sikap sopan dan penghargaan terhadap hak pribadi ibu serta memperhatikan tradisi setempat. Disamping itu, ibu diizinkan memilih orang yang akan mendampinginya selama proses persalinan.
 Hasil :
-          Persalinan yang bersih dan aman
-          Meningkatnya kepercayaan terhadap bidan.
-          Meningkatnya jumlah persalinan yang ditolong oleh bidan.
-          Menurunnya komplikasi seperti perdarahan post partum,asfiksia neonatorum, trauma kelahiran.
-          Menurunnya angka sepsis puerperalis.
Prasyarat :
  1. Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mules/ketuban pecah.
  2. Bidan sudah terlatih dan terampil dalam menolong persalinan secara bersih dan aman.
  3. Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan termasuk sarung tangan dalam keadaan DTT atau steril.
  4. Tersedianya perlengkapan untuk pertolongan persalinan yang berih dan aman seperti air bersih, sabun dan handuk yang bersih, 2 handuk/kain hangat yang bersih (satu untuk mengeringkan bayi,yang lain untuk dipakai kemudian),  pembalut wanita dan tempat untuk plasenta. Bidan sedapat mungkin menggunakan sarung tangan yang bersih.
  5. Tersedia ruangan yang hangat, bersih dan sehat untuk persalinan.
  6. Menggunakan KMS ibu hamil/buku KIA, kartu ibu, partograf.
  7. System rujukan untuk perawatan kegawat daruratan obstetric yang efektif.
Proses :
  • Bidan harus :
  1. Menghargai ibu selama proses persalinan.
  2. Mengijinkan ibu memilih orang yang akan mendampinginya selama proses persalinan dan kelahiran.
  3. Memastikan tersedianya ruangan yang hangat, bersih dan sehat untuk persalinan, 2 handuk/kain hangat yang bersih(satu untuk mengeringkan bayi,yang lain untuk dipakai kemudian),tempat untuk plasenta. (jika ibu belum mandi,bersihkan daerah perineum dengan sabun dan air mengalir).
  4. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir, kemudian keringkan hingga betul-betul kering denga handuk bersih. (Kuku harus dipotong pendek dan bersih).
  5. Bantu ibu untuk mengambil posisi yang paling nyaman baginya.
  6. Pada kala II anjurkan ibu untuk meneran hanya jika merasa ingin atau saat kepala bayi sudah kelihatan.(riset menunjukkan bahwa mwnahan nafas sambil meneran adalah berbahaya,dan meneran sebelum kepala bayi tampak tidaklah perlu.bahkan meneran sebelum pembukaan serviks lengkap adalah berbahaya). Jika kepala belum terlihat,padahal ibu sudah sangat ingin meneran, periksa pembukaan serviks denga periksa dalam. Jika pembukaan belum lengkap,keinginan meneran bias dikurangi dengan memiringkan ibu ke sisi sebelah kiri.
  7. Pada kala II, dengarkan DJJ setiap 5 menit setelah his berakhir, irama dan frekuensinya ha rus segera kembali normal. Jika tidak, cari pertolongan medis. (jika kepala sudah meregangkan perineum, dan terjadi kelambatan kemajuan persalinan atau DJJ menurun sampai 11100x/menit atau kurang atau meningkat menjadi  180x/menit atau lebih, maka percepat persalinan dengan episiotomy)
  8. Hindari peregangan vagina secara manual dengan gerakan menyapu atau menariknya kearah luar. (riset menunjukkan hal itu berbahaya).
  9. Pakai sarung tangan DTT, saat kepala bayi kelihatan.
  10. Jika ada kotoran keluar dari rectum, bersihkan dengan kain bersih.
  11. Bantu kepala bayi lahir perlahan, sebaiknya antara his. (riset menunjukkan bahwa robekan tingkat II dapat sembuh sama baiknnya dengan luka episiotomy ; sehingga tidak perlu melakukan episiotomy, kecuali terjadi gawat janin, komplikasi persalinan pervaginam,(sungsang,distosia bahu,forcep, vakum) atau ada hambatan pada perineum (misalnya disebabkan jaringan parut pada perineum).
  12. Begitu kapala bayi lahir, usap mulut dan hidung bayi dengan kasa bersih dan biarkan kepala bayi memutar (hal ini seharusnya terjadi spontan,sehingga bayi tak perlu di bantu.jika bahu tidak memutar ikuti standar 18.
  13. Begitu bahu sudah pada posisi anterior-pesterior yang benar, bantulah persalinan dengan cara yang tepat.
  14. Segera setelah periksa keadaan bayi,letakkan di perut ibu, dan segera keringkan bayi dengan hsnduk bersih yang hangat.
  15. Minta ibu memegang bayinya. Tali pusat di klem di 2 tempat, lalu potong diantara 2 klem dengan gunting tajam steril/DTT.
  16. Letakkan bayi dalam pelican ibu dan mulai menyusui. (riset menunjukkan hal ini penting untuk keberhasilan awal dalam memberikan ASI dan membantu pelepasan plasenta. Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang baik untuk menjaga kehangatan bayi,lalu ibu dan bayi harus di selimuti dengan baik termasuk kepala. Jika bayi tidak didekap oleh ibunya selimuti bayi dengan kain yang bersih dan hangat. Tutupi kepala bayi agar tidak kehilangan panas).
  17. Menghisap lender dari jalan nafas bayi tidak selalu diperlukan. Jika bayi tadak menangis spontan, gunakan penghisap Delee yang sudah di DTT atau aspirator lender yang baru dan bersih untuk membersihkan jalan nafas (lihat standar 24).
  18. Untuk melahirkan plasenta,mulailah langkah-langkah untuk penatalaksanaan aktif persalina kala III yang tercantum di standar 11.
  19. Pada saat plasenta sudah dilahirkan lengkap dan utuh dengan mengikuti langkah-langkah penatalaksanaan aktif persalinan kala III . lakukan masasse uterus agar terjadi kontraksi dan pengeluaran gumpalan darah.
  20. Segera sesudah plasenta di keluarkan, periksa apakah terjadi laserasi pada vagina atau perineum. Dengan menggunakan teknik aseptic berikan anastesi local (1%lidokain).
  21. Perkiraan jumlah kehilangan darah secara akurat (ingat perdarahan sulit diukur dan sering diperkirakan lebih sedikit).
  22. Bersihkan perineum dangan air matang dan tutupi dengan kain bersih/telah dijemur.
  23. Berikan plasenta kepada suami/keluarga ibu.
  24. Pastikan agar ibu dan bayi merasa nyaman. Berikan bayi kepada ibu untuk diberi ASI.
  25. Untuk perawatan bayi baru lahir lihat standar 13.
  26. Catat semua temuan dengan seksama.
CATATAN….!!!!!
  1. Membantu kelahiran bahu dan punggung masih mungkin dilakukan,meskipun ibu dalam posisi tradisional saat persalinan. (tidak berbaring terlentang atau dalam posisi litotomi).
  2. Proses persalinan yang normal, apapun posisi ibu, Ingat 3 bersih : tangan bersih,tempat pertolongan  persalinan bersih, pengikatan dan pemotongan tali pusat dilakukan secara bersih.
STANDAR 11.PENATALAKSANAAN AKTIF PERSALINAN KALA III
Tujuan : membantu secara aktif pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengklap untuk mengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan, memperpendek waktu persalinan kala III, mencegah terjadinya atonia uteri dan retensio plasenta.
Pernyataan standar : secara rutin bidan melakukan penatalaksanaan aktif persalinan Kala III.
Hasil :
-          Menurunkan terjadinya perdarahan yang terjadi pala persalinan kala III.
-          Menurunkan terjadinya atonia uteri.
-          Menurunkan terjadinya retensio plasenta.
-          Memperpendek waktu persalinanan kala III.
-          Menurunkan terjadinya perdarahan post partum akibat salah penanganan kala III.
Prasyarat :
  1. Bidan sudah terlatih dan terampil dalam melahirkan plasenta secara lengkap dengan melakukan penatalakanaan aktif persalinan kala III secara benar.
  2. Tersedianya peralatan dan perlengkapan untuk melahirkan plasenta,termasuk air bersih, larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi, sabun dan handuk yang bersih untuk cuci tangan, juga tempat untuk plasenta. Bidan seharusnya menggunakan sarung tangan DTT/steril.
  3. Tersedia obat-obat oksitosika dan metode yang efektif untuk penyimpanan dan pengirimannya yang dijalankan dengan baik.
  4. System rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan obstetric yang efektif.
Proses ;
  • Bidan harus :
  1. Berikan penjelasanpada ibu, sebelum melahirkan, tentang prosedur penatalaksanaan aktif persalinan kala III.
  2. Masukkan oksitosi 10 unit IM kedalam alat suntik steril menjelang persalian.
  3. Setelah bayi lahir (lihat standar 10),tali pusat di klem di 2 tempat,lalu potong diantara 2 klem dengan gunting tajam steril/DTT.
  4. Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan ganda, jika tidak ada, beri oksitosin 10 unit secar IM (dalam waktu 2 menit setelah persalinan).
  5. Tunggu uterus berkontraksi, lakukan PTT sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah punggung ibu dan kearah atas (dorso kranial). Ulangi langkah ini pada setiap ada his.
  6. Bila plasenta belum lepas setelah melakukan penatalaksanaan aktif persalinan kala III dalam waktu 15 menit :
    • Ulangi 10 unit oksitosin IM
    • Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh.
    • Beritahu keluarga untuk persiapan merujuk.
    • Teruskanmelakukan penatalaksanaan aktif persalinan kala III selama 15 menit lagi.
  7. Bila sudah terasa ada pelepasan plasenta minta ibu untuk meneran sedikit pada saat tali pusat ditegangkan kearah bawah kemudian keatas sesuai denga kurve jalan lahir sehingga plasaenta tampak pada vulva (jangan mendorong uterus karena dapat mengakibatkan inversion uteri).
  8. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu, pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah jarum jam untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban
  9. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban dikeluarkan, lakuka masase uterus supaya berkontraksi.
  10. Sambil melakukan masase fundus uteri, periksa plasenta dan selaput ketuban untuk memastikan plasenta utuh dan lengkap.
  11. Bila plasenta dilahirkan tidak utuh dan lengkap, ikuti standar 20. Jika terjadi atonia uteri atau perdarahan pasca persalinan lihat standar 21.
  12. Perkirakan jumlah kehilangan darah secara akurat.
  13. Bersihkan vulva dan perineum dengan air matang dan tutup dengan pembalut wanita/kain bersih/telah dijemur.
  14. Periksa tanda-tanda vital. Catat semua temuan denga seksama.
  15. Berikan plasenta pada suamai atau keluarga ibu.
  16. Catat semua temuan dan perawatan denga seksama.
CATATAN…!!!
  1. Oksitosi menurun efektifitasnya jika tidak disimpan pada suhu 2-8°C. karena itu,simpanlah oksitosin di lemari es dan hindarkan dari cahaya. Bila dikeluarkan dari lemari es, oksitosi dapat bertahan paling lama 1 bulan pada suhu 30°C atau 2 minggu pada suhu 40°C.
  2. Dilarang menggunakan ergometrin/metergin sebelum bayi lahir.
  3. Tanda-tanda pelepasan plasenta adalah: fundus berkontraksi dengan baik,keluarnya darah,fundus naik dan tali pusat memanjang.
  4. Dilarang mendorong fudus.
  5. Dilarang meanaroik tali pusat secara berlebihan. Lakukan peneganga tali pusat denga hati-hati.
  6. Hentikan penegangan tali pusat jika tersa nyeri  atau tali pusat tertahan.
  7. Jika tidak yakin apakah plasenta lahir lengkap. Ikutio standar 20 untuk melakukan manual plasenta. Jika bidan belum terampil ibu segera dirujuk.
STANDAR 12  : PENANGANAN KALA DUA DENGAN GAWAT JANIN  MELALUI EPISIOTOMI
Tujuan : Mempercepat persalinan dengan melakukan episiotomi jika ada tanda –tanda gawat janin pada saat kepala janin meregangkan perineum.
Pernyataan standar : Bidan mengenali  secara tepat tanda- tanda gawat janin pada kala dua, dan segera melakukan episiotomi  dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum.
Hasil :
-   Penurunan kejadian asfiksia neonatorum berat.
-   Penurunan kejadian lahir mati pada kala dua.
Prasyarat:
  1. Bidan sudah terlatih dalam melaksanakan episiotomo dan menjahit perineum secara benar.
  2. Tersedia sarung tangan / alat / perlengkapan  untuk melakukan episiotomi, termasuk gunting tajam yang steril/ DTT, dan alat/ bahan yang steril /DTT untuk penjahitan perineum, ( anastesi local misalnya dengan 10 ml lidokain 1% dan alat suntik/ jarum hipodermik steril).
  3. Menggunakan kartu ibu, partograf dan buku KIA.
Proses
Jika ada tanda gawat janin berat dan kepala sudah telihat pada vulva , episiotomi mungkin salah satu dari  beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan janin.
  • Bidan harus :
  1. Mempersiapkan alat-alat steril/ DTT untuk tindakan ini.
  2. Memberitahu ibu tentang perlunya episiotomi dilakukan dan yang akan dirasakannya .
  3. Kenakan sarung tangan steril/ DTT.
  4. Jika kepala janin meregangkan perineum , anastesi  lokal diberikan ( pada saat his) Masukkan dua jari tangan kiri ke dalam vagina untuk melindungi kepala bayi, dan dengan tangan kanan tusukan jarum sepanjang garis yang akan di gunting ( sebaiknya dilakukan insisi medio- lateral ). Sebelum menyuntikannnya , tarik jarum sedikit ( untuk memastikan jarum tidak menembus pembuluh darah). Masukkan anastesi perlahan – lahan , sambil menarik alat suntik perlahan sehinnga garis yang akan di gunting teranastesi.
  5. Begitu bayi lahir , keringkan dan stimulasi bayi. Mulai melakukan  resusitasi bayi baru lahir  jika diperlukan ( lihat standar 24).
  6. Lahirkan plasenta dan selaput ketuban secara lengkap mengikuti langkah- langkah penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga, sesuai dengan standar 11. Periksa perineum untuk menentukan  tingkat luka  episiotomyi, perluasan episiotomi  dan / laserasi.
  7. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban dikeluarkan , dengan menggunakan teknik aseptic, berikan anastesi lokal ( lidokain 1% ), lalu jahit perlukaan dan/ laserasi dengan peralatan steril/ DTT. ( lihat standar 12).
  8. Lakukan jahitan sekitar 1 cm di atas ujung luka episiotomy atau laserasi di dalam vagina . lakukan penjahitan secara berlapis, mulai dari vagina kea rah perineum, lalu teruskan dengan perineum.
  9. Sesudah penjahitan , lakukan masase uterus untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik. Pastikan bahwa tidak ada kasa yang tertinggal di vagina dan masukkan jari dengan hati- hati ke rectum untuk memastikan bahwa penjahitan tidak menembus dinding rectum . bila hal tersebut terjadi , lepaskan jahitan dan lakukan jahitan ulang. Lepaskan  sarung tangan yang sudah terkontaminasi .
  10. Kenakan sarung tangan yang bersih , bersihka perineum dengan air matang , buatlah ibu merasa bersih dan nyaman. Periksa apakah perdarahan dari daerah insisi sudah berhenti. Bila perdarahan masih ada, periksa sumbernya. Bila berasal dari luka episiotomy, temukan  titik perdarahan dan segera ikat, jika bukan ikuti  satandar 21.
  11. Pastikan agar ibu di beritahu agar menjaga perineum tetap bersih  dan kering serta menggunakan pembalut wanita/ kain bersih yang sudah di jemur. Catat semua perawatan dan temuan  dengan seksama. Ikuti standar 14 untuk  perawatan postpartum.
CATATAN …!!!
  1. Gawat janin pada kala satu selalu memerlukan rujukan segera .
  2. Episiotomy hanya bermanfaat pada kala dua, ketika perineum sudah meregang . dan kepala  sudah tampak pada vulva . jika kepala masih tinggi ibu segera  di rujuk, kecuali bidan terlatih dan terampil dan melakukan ekstraksi vakum.
  3. Melakukan dorongan pada fundus adalah berbahaya dan tidak akan mempercepat  proses persalina .
  4. Tanda- tanda gawat janin adalah : DJJ di bawah 100 kali/ menit atau 180 kali/ menit atau DJJ tidak segera kembali  normal setelah his.

BAB III
PENUTUP
  1. a.    Kesimpulan

STANDAR 10.PERSALINAN KALA II YANG AMAN
Bidan melakukan pertolongan persalinan bayi dan plasenta yang bersih dan aman, ddengan sikap sopan dan penghargaan terhadap hak pribadi ibu serta memperhatikan tradisi setempat. Disamping itu, ibu diizinkan memilih orang yang akan mendampinginya selama proses persalinan.
STANDAR 11.PENATALAKSANAAN AKTIF PERSALINAN KALA III
Membantu secara aktif pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengklap untuk mengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan, memperpendek waktu persalinan kala III, mencegah terjadinya atonia uteri dan retensio plasenta.
STANDAR 12  : PENANGANAN KALA DUA DENGAN GAWAT JANIN  MELALUI EPISIOTOMI
Bidan mengenali  secara tepat tanda- tanda gawat janin pada kala dua, dan segera melakukan episiotomi  dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum.